Dalam Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974
tentang Perkawinan dirumuskan pengertian Perkawinan yang di dalamnya terkandung
tujuan dan dasar perkawinan dengan rumusan:
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang
pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(Rumah Tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.”
Jika
diperhatikan bagian pertama pasal tersebut perkawinan ialah ikatan lahir batin
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri. Dari
kalimat di atas jelas bahwa perkawinan itu baru ada apabila dilakukan oleh
seorang lelaki dengan seorang perempuan. Seiring dengan perkembangan jaman
sering dijumpai di dalam masyarakat terdapat hubungan antara seorang pria
dengan seorang pria yang disebut homo seksual atau seorang wanita dengan seorang wanita yang disebut lesbian,
hubungan ini tidak dapat dilanjutkan ke jenjang perkawinan, karena di Negara
Indonesia tidak mengatur perkawinan sesama jenis dan di dalam hukum agamapun
tidak diperbolehkan adanya perkawinan sesama jenis.
timbang tando |
Sedangkan ketentuan-ketentuan yang tedapat dalam
KUHPdt/BW tidak ada satu Pasal pun yang memberikan pengertian tentang arti
perkawinan itu sendiri. oleh karena itulah, maka untuk memahami arti perkawinan
kita melihat pada ilmu pengetahuan / pendapat para sarjana. Ali Afandi,
mengatakan bahwa, “ perkawinan adalah suatu persetujuan kekeluargaan”.
Persetujuan kekeluargaan yang dimaksud disitu bukanlah seperti persetujuan
biasa, tetapi mempunyai cirri-ciri tertentu:
“Perkawinan
adalah hubungan hukum antara seorang pria dan seoreang wanita untuk hidup
bersama dengan kekal, yang diakui oleh negara”.[1]
KUHPdt/BW memandang soal perkawinan hanya dalam
hubungan-hubungan perdata (Pasal26). Hal ini berarti bahwa undang-undangnya
mengakui perkawinan perdata ialah perkawinan yang sah, yaitu perkawinan yang
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam KUHPdt/BW, sedang syarat-syarat
atau ketentuan agama tidaklah diperhatikan/dikesampingkan.
Dengan demikian di dalam pengertian perkawinan itu
jelas terlihat adanya unsur ikatan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan sebagai suami isteri. Hal ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan mengandung asas Monogami tidak mutlak yang secara
tegas dinyatakan di dalam Dasar Perkawinan bahwa pada asasnya dalam suatu
perkawinan seorang suami hanya boleh mempunyai seorang isteri sedangkan seorang
isteri hanya boleh mempunyai seorang suami. Akan tetapi Pengadilan dapat
memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang yang lazim
dikenal dengan Poligami, izin ini diberikan apabila Poligami ini dikehendaki
oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dengan kata lain Poligami dapat
dilaksanakan sepanjang Hukum Agama yang bersangkutan mengizinkan dan itupun
dibatasi oleh alasan dan persyaratan yang ketat yaitu dengan izin Pengadilan.
Dari uraian diatas diketahui bahwa rumusan dalam
Pasal 1 UU No.1 th 1974 merupakan rumusan perkawinan yang telah disesuaikan
dengan masyarakat Indonesia, dasar falsafah negara Pancasila dan UUD 1945.munakahat
0 komentar: